Menggagas Kesadaran Sejarah dalam Pembentukan Karakter Bangsa
Oleh: Evie Aprilianty
Abstrak
Sejarah sebagai salah
satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah merupakan bagian yang tak
terpisahkan dalam pengembangan karakter generasi bangsa. Permasalahan yang ada
karena kurangnya menangkap esensi dari sejarah diantaranya hingga terjadi
konflik vertikal dan/ atau horizontal. Menggagas kesadaran sejarah adalah
langkah penting dalam pembentukan karakter bangsa, bukan hanya wacana terlebih karena
sebagai pendidik perlu ditekankan bahwa belajar sejarah bukan hanya belajar
angka tahun tapi nilai apa yang terkandung dalam peristiwa sejarah yang dapat
menjadi suatu refleksi bagi peserta didik dan lebih jauh dari bibit generasi
bangsa inilah akan tumbuh bangsa yang yang berkarakter.
Kata Kunci: Menggagas Kesadaran
Sejarah, Karakter Bangsa,
Masalah Kurangnya Kesadaran Sejarah
Sejarah
merupakan salah satu mata pelajaran yang berpengaruh terhadap pembangunan
karakter bangsa. Sejarah yang menguraikan cerita kolektif dari suatu komunitas
atau masyarakat menjadi salah satu aspek yang membentuk kepribadian nasional,
berawal dari memori pribadi pada kolektif dan bermuara pada satu tujuan yaitu
kesadaran identitas nasional melalui sejarah bangsanya.
Posisi
masyarakat yang mulai sedikit demi sedikit melupakan sejarah bangsanya tidak
menmahami bahwa kesadaran sejarah bangsa penting menjadi aspek pemersatu. Bukti
nyata dari mulai terkikisnya rasa nasionalisme atau cinta tanah air dengan
merebaknya kasus konflik, baik konflik vertikal dan/ atau horizontal yang
terjadi di beberapa daerah yaitu Kalimantan, Sumatera, Maluku dan yang lainnya
merupakan evident bahwa dalam situasi
ini siapa yang dapat dipersalahkan. Apakah guru sejarah? guru PKn? ataukah
justru masyarakat itu sendiri karena kurang memahami esensi dari nilai sejarah
panjang bangsanya hingga terbentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia, kita
tidak dapat menghakimi kesalahan tersebut karena semuanya menjadi tanggung
jawab bersama. Sejarah hanya menjadi salah satu wahana pemersatu dengan
menyadari nilai yang terkandung didalamnya dalam permasalahan ini perlu dikaji
secara mendalam dalam menemukan esensi atau arti penting kesadaran sejarah
dalam pembentukan karakter bangsa.
Memahami Kesadaran Sejarah dan
Pembentukan Karakter Bangsa
Kesadaran dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
adalah keinsafan; keadaan mengerti dan hal yang dirasakan atau dialami oleh
seseorang. Dapat diartikan bahwa kesadaran sejarah adalah mengerti dan memahami
peristiwa yang terjadi di masa lampau yang diawali dari diri pribadi untuk
kemudian menjadi sebuah refleksi akan nilai yang terkandung dalam suatu
peristiwa sejarah.
Merujuk pada pengertian kesadaran sejarah, perlu
juga diketahui mengenai karakter. Hurlock dalam bukunya Personality Development secara tidak langsung mengungkapkan bahwa
karakter terdapat pada kepribadian. Karakter mengimplikasikan sebuah standar
moral dan melibatkan sebuah pertimbangan nilai. Karakter berkaitan dengan
tingkah laku yang diatur oleh upaya keinginan. Hati nurani sebuah unsur
esensial dari karakter, adalah sebuah pola kebiasaan pelarangan yang mengontrol
tingkah laku seseorang, membuatnya menjadi selaras dengan pola-pola kelompok
yang diterima secara sosial. (Kesuma, dkk., 2012: 24)
Pengertian tersebut mengindikasikan pentingnya
membentuk karakter baik dari individu, kelompok bahkan lebih jauh kita katakan
bangsa karena karakter adalah sebuah pola kebiasaan yang mengontrol tingkah
laku, jika pembentukannya baik maka akan bermuara baik. Maka dari itu,
diperlukan esensi dari nilai sejarah bangsanya dalam menanamkan nilai
kepahlawanan kepemimpinan, dan kepedulian sosial dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Kesadaran sejarah jika diaplikasikan dalam sebuah
pembelajaran sejarah akan sangat berkaitan dengan pembentukan karakter bangsa
karena dalam pendidikan lah bibit-bibit generasi penerus bangsa lahir. Belajar
sejarah menjadi penting, karena menurut Bryan Garvey dan Mary Krug bahwa paling
tidak yang disebut belajar sejarah itu:
1. Memperoleh
pengetahuan fakta-fakta sejarah; [kognitif]
2. Memperoleh
pemahaman atau apresiasi peristiwa-peristiwa atau perode-periode atau
orang-orang masa lalu; [afektif]
3. Mendapatkan
kemampuan mengevaluasi dan mengkritik karya-karya sejarah; [keterampilan]
4. Belajar
teknik-teknik penelitian sejarah; [keterampilan]
5. Belajar
bagaimana menulis sejarah. [keterampilan] (Mulyana & Supardan, 2008: 268)
Apa
yang diuraikan oleh Garvey dan Mary Krug tersebut menjelaskan bahwa ketika
belajar sejarah ranah kognitif, afektif dan keterampilan didapatkan oleh
pelajar, dalam hal ini dapat kita tarik benang merah bahwa dengan belajar sejarah
ketiga aspek tersebut jika dihayati lebih dalam bukan hanya deretan fakta,
periode peristiwa, kritik karya, teknik dan menuliskannya, tetapi juga nilai
yang terkandung di dalam sebuah peristiwa sejarah yang begitu unik dengan
konsep diakroniknya dapat menumbuhkan kesadaran sejarah, disinilah saya
menggagas sebuah konsep kesadaran sejarah untuk pembentukan karakter bangsa.
Permasalahan
yang muncul kemudian, yaitu sistem pendidikan sejarah selama ini sering
diartikan sebagai transfer ilmu, pengajaran sejarah cenderung berperan
sekedar menyampaikan pengetahuan yang dimiliki guru kepada siswa tentang ilmu
sejarah, sementara makna yang terkandung dalam setiap peristiwa sejarah
dibiarkan menguap begitu saja. Oleh sebab itu bisa ditarik kesimpulan bahwa sangat
rendah kualitas nilai dalam pendidikan sejarah sehingga apa yang disebut
karakter bangsa tidak diketahui dan siswa tidak mengenal nilai perjuangan, jati
diri, perubahan sosial serta kekayaan bangsa. (Purba, 2011)
Permasalahan
tersebut dijawab Tanto Sukardi bahwa pembelajaran sejarah bukan hanya
mempelajari ceritera masa lalu tetapi lebih penting adalah memahami hukum yang
mendasari kehidupan masyarakat masa lampau kehidupan masa kini dan perencanaan
masa depan. (Mulyana & Supardan, 2008: 268) Semakin baik penghayatan
tentang sejarah bangsa, maka semakin baik pula potensi suatu generasi membuat
perspektif masa depan. Begitu pentingnya penghayatan terhadap sejarah, bahkan
Presiden pertama RI Ir. Soekarno mengatakan ”JAS MERAH” jangan sekali-kali
melupakan sejarah karena ia adalah jembatan menuju masa kini dan masa depan,
dan penghayatan tersebut akan ada ketika adanya kesadaran terhadap sejarah dan
menjadi sebuah tonggak pembentukan karakter bangsa.
Senada
dengan Tanto Sukardi, Andi Suwirta (2011) menjelaskan bahwa para sejarawan dan
pendidik sejarah di Indonesia sepatutnya juga tidak berpangku tangan dalam
menyambut agenda besar “pendidikan karakter bangsa” ini. Pendidikan sejarah
bukanlah proses menghafal nama-nama tokoh serta deretan angka tahun dan
peristiwa. Pendidikan sejarah adalah proses penyadaran dan pencerahan terhadap
masa lalu untuk diaplikasikan dalam konteks kekinian dan kedisinian serta
direfleksikan dalam konteks bangsa Indonesia yang akan datang.
Menurut
Suyatno Kartodirdjo (1989: 1-7), kesadaran sejarah pada manusia sangat penting
artinya bagi pembinaan budaya bangsa. Kesadaran sejarah dalam konteks ini bukan
hanya sekedar memperluas pengatahuan, melainkan harus diarahkan pula kepada
kesadaran penghayatan nilai-nilai budaya yang relevan dengan usaha pengembangan
kebudayaan itu sendiri. Kesadaran sejarah dalam konteks pembinaan budaya bangsa
dalam pembangkitan kesadaran bahwa bangsa itu merupakan suatu kesatuan sosial
yang terwujud melalui suatu proses sejarah, yang akhirnya mempersatukan
sejumlah nasion kecil dalam suatu nasion besar
yaitu
bangsa. Dengan demikian indikator-indikator kesadaran sejarah tersebut dapat
dirumuskan mencakup: menghayati makna dan hakekat sejarah bagi masa kini dan
masa yang akan datang; mengenal diri sendiri dan bangsanya; membudayakan
sejarah bagi pembinaan budaya bangsa; dan menjaga peninggalan sejarah bangsa.
Memahami kesadaran sejarah dalam pembentukan
karakter bangsa memang merupakan agenda yang besar dan menjadi tanggung jawab
bersama. Karena sebagai bangsa yang merdeka dan melalui sejarah panjang dalam
perjalanannya dari masa prasejarah hingga masa kemerdekaan, karakter bangsa
Indonesia telah disusun yaitu Pancasila, maka dalam pembentukan karakter bangsa
yang dimaksud adalah pribadi yang luhur yang sesuai dengan dasar negara yaitu
Pancasila. Maka dari itu, konstuksi pembangunan manusia bangsa yang sadar
sejarah akan menumbuhkan jiwa-jiwa yang menjunjung tinggi nilai dan norma untuk
kemudian menjadikan bangsa ini menjadi bangsa yang memiliki harkat dan martabat
dengan karakter bangsa yang luhur.
Kesimpulan
Pembentukan
“National and Characer building” yang
menjunjung tinggi nlai-nilai Pancasila beranjak dari kesadaran sejarah. Dalam
proses selanjutnya akan muncul penghayatan terhadap peristiwa sejarah dan bukan
hanya informasi mengenai fakta yang menerangkan nama tokoh, angka tahun dan
sebagainya, tetapi juga menggali nilai yang terkandung dalam suatu peristiwa
untuk dijadikan sebagai sebuah pembelajaran untuk masa kini dan perencanaan di
masa depan.
Daftar Pustaka
Kamus
Besar Bahasa Indonesia Offline
Mulyana, A., dan Supardan, D. (2008). Sejarah Sebuah Penilaian: Refleksi 70 Tahun
Prof. Dr. Asmawi Zainul M. Ed. Bandung: Jurusan Pendidikan Sejarah.
Kesuma, dkk., (2012). Pendidikan Karakter: Kajia Teori dan Praktik
di Sekolah. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sartono Kartodirdjo. (1989). Fungsi Sejarah dalam Pembangunan Nasional. dalam
Historika No.1 Tahun I. Surakarta: Program Pasca Sarjana Pendidikan
Sejarah Universitas Negeri Jakarta KPK Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Purba,
S. (2011). Sejarah dan Pembentukan
Karakter Bangsa. [online] tersedia: http://sejarah.kompasiana.com/2012/07/01/sejarah-dan-pembentukan-karakter-bangsa-474659.html. Diakses pada tanggal 4
April 2013.
Suwirta,
A. (2011). Pendidikan Sejarah dan
Pembentukan Karakter Bangsa. [online] tersedia: http://jabartoday.com/opini/2011/10/05/1135/979/pendidikan-sejarah-dan-pembentukan-karakter-bangsa#.UWOfHkpKbFI Diakses pada tanggal 4 April 2013.
Komentar
Posting Komentar