Mengatasi Masalah Buku Teks Sejarah Melalui Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
Oleh:
Evie
Aprilianty
Abstrak
Pembelajaran
mata pelajaran sejarah seringkali menghadapi masalah-masalah dalam pelaksanaannya,
salah satunya adalah dalam media buku teks. Buku teks berfungsi sebagai bahan
belajar siswa untuk memahami sejarah yang tengah dipelajari. Buku teks yang
disusun biasanya mengacu pada kurikulum yang berlaku dan ditulis berdasarkan
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Dalam implementasinya, masalah-masalah
tak pelak datang dari distribusi hingga materi yang dikaji. Dalam hal ini, guru
harus mengatur strategi untuk melihat bahwa pengembangan berpikir kritis dalam
diri siswa perlu ditanamkan agar paradigma yang berkembang bahwa sejarah adalah
pelajaran yang mebosankan menjadi sebuah pelajaran yang mengasah kemampuan
berpikir siswa dan dianggap menyenangkan.
Kata
kunci: pembelajaran, buku teks, kurikulum, strategi, berpikir kritis.
A. Pendahuluan
Pada hakekatnya belajar adalah merupakan
proses atau usaha yang dilakukan secara sistematis, sadar, sengaja, aktif,
sistematis, dan integratif untuk menciptakan perubahan-perubahan dalam dirinya
menuju ke arah kesempurnaan hidup. Dalam rangka meningkatkan kualitas generasi penerus
bangsa yang berkompeten, konsep pembelajaran yang baik perlu diterapkan karena
untuk mendapatkan yang terbaik harus melakukan hal yang terbaik begitulah
layaknya hukum kausalitas, atau hukum sebab-akibat. Maka diperlukan inovasi guna
memperbaiki kekurangan yang ada dalam pembelajaran. Inovasi dilakukan guna
mengubah paradigma sejarah sebagai pelajaran yang hanya menghadirkan fakta
kering menjadi pelajaran yang menarik untuk dikaji.
Konsep pembelajaran sejarah pun
memerlukan inovasi pendidikan untuk membuat sejarah sebagai pelajaran yang
menyenangkan dan menarik. Salah satu yang penting dalam pembelajaran sejarah
adalah buku teks sejarah. Buku teks sejarah adalah buku yang digunakan dalam
pembelajaran sejarah guna menunjang proses belajar siswa dalam memahami
peristiwa sejarah. Namun, dalam pelaksanaannya buku teks sejarah hadir bukan
tanpa permasalahan. Buku teks sejarah menghadapi banyak permasalahan baik dari
segi distribusi maupun materi yang dikaji.
Buku teks sejarah yang memerlukan
pembenahan disana sini mengetuk nurani semua pihak terkait bahwa sejarah yang
hadir bukan tanpa kontroversi yang mengiringinya itu untuk benar-benar serius
menanggulangi permaslahan yang terjadi. Cara yang dilakukan variatif tergantung
bagaimana cara guru untuk mengatasi berbagai masalah yang melanda terkait
dengan buku teks tersebut. Yang terpenting adalah mengedepankan solusi untuk
menyelesaikan permasalahan-permasalahan penggunaan buku teks.
B. Permasalahan Buku Teks Sejarah
Buku teks sejarah memang tak dapat
dielakkan memiliki masalah yang membutuhkan perhatian semua pihak dalam
penyelesaiannya. Permasalahan-permasalahan penggunaan buku teks sejarah salah
satunya adalah fakta yang dihadirkan oleh buku teks kadang terlalu banyak. Hal
tersebut membuat siswa tenggelam dalam lautan fakta dan fakta yang dihadirkan
cenderung fakta yang kering karena dipaparkan tanpa cerita yang menarik
sehingga kurang dapat diambil hikmah oleh siswa dari pemaparan materi yang
disajikan. Selain itu materi yang disajikan juga kurang emotif.
Permasalahan
yang terjadi lapangan adalah umumnya buku-buku teks pelajaran sejarah yang
digunakan oleh guru bukanlah karya guru sendiri, tetapi ditulis oleh orang
lain. Kenyataan seperti ini bisa menjadi masalah bagi guru ketika memahami isi
buku dan menggunakannya dalam proses pembelajaran. Masalah yang akan muncul
adalah pertama bagaimana guru memahami materi dan kedua bagaimana materi itu
diajarkan. Masalah materi berkaitan dengan apakah ada kecocokan antara
kompetensi yang dituntut dalam standar isi dengan uraian materi yang ditulis
oleh penulis buku. Dalam hal ini penulis akan memberikan interpretasi terhadap
maksud kompetensi yang tercantum dalam standar isi.
Materi
sejarah dalam buku teks dapat pula merupakan pemikiran dari penulis buku.
Sebuah konstruksi pemikiran dalam bentuk tulisan sejarah sudah barang tentu
akan menjadi subjektif. Konsep subjektivisme, objek tidak dinilai sebagaimana
seharusnya, tetapi dipandang sebagai ‘kreasi’, “konstruksi” akal budi. Berpikir
disamakan dengan menciptakan, bukan membantu kebenaran keluar dari
ketersembunyiannya. (Poespoprodjo, 1987)
Kenyataan
seperti itu memang ada disekitar kita, bahkan Hamid Hasan (1997: 153)
mengidentifikasi bahwa permasalahan mendasar dari buku teks pelajaran sejarah
di sekolah ialah buku tersebut berisikan peristiwa sejarah sama seperti yang
tercantum dengan yang ada di kurikulum. Bahkan beberapa buku teks mencantumkan
berdasarkan kurikulum tertentu agar memiliki daya jual yang tinggi, namun
senada dengan hal tersebut guru, pengawas dan sekolah merasa “aman” jika
menggunakan buku dengan pernyataan semacam itu.
C. Pengembangan Berpikir Kritis Siswa dalam
Mengatasi Permasalahan Buku Teks Sejarah
Permasalahan-
permasalahan yang telah dibahas tentulah memerlukan solusi untuk menanganinya.
Dalam hal ini, penulis mengajukan pengembangan berpikir kritis siswa untuk
mengatasi permasalahan penggunaan buku teks sejarah. Berpikir kritis adalah proses berpikir intelektual di mana pemikir
dengan sengaja menilai kualitas pemikirannya, pemikir menggunakan pemikiran
yang reflektif, independen, jernih dan rasional. Berpikir kritis mencakup
ketrampilan menafsirkan dan menilai pengamatan, informasi, dan argumentasi. (Murti, 2010)
Pembelajaran sejarah berdasar pada
pemikiran kritis akan membawa siswa berpikir bahwa sejarah itu tidak semata
dipelajari tetapi dapat juga membawa khasanah ilmu dalam hidupnya dengan merefleksikan
sejarah sebagai peristiwa yang dekat dengan dirinya dan akan menghayati sejarah
dengan emotif.
Berpikir kritis dapat membawa juga dalam
arus pemikiran tentang objektivias penulisan. objektivitas yang selama ini
diperdebatkan dalam penulisan sejarah masih dipertanyakan karena untuk mencapai
sebuah objektivitas diperlukan kenetralan. Hal yang terpenting dalam
objektivitas adalah metodologinya. Metodologi semakin mengalami perkembangan
dengan seiring waktu dengan berkembangnya ilmu pengetahuan. Menurut Agus Mulyana
(2009:141) perkembangan ini terjadi disebabkan oleh semakin berkembangnya hasil
temuan-temuan dari penelitian yang dilakukan dari waktu ke waktu. Dalam hal ini
siswa dibawa tidak berada dalam posisi manapun tapi melihat sejarah dari
kacamata dia jika menjadi seorang pelaku sejarah.
Selain itu, dalam pembelajaran sejarah
membaca buku teks sejarah dengan kritis pun memiliki beberapa strategi membaca
buku teks yaitu: membaca teks untuk pemahaman, membaca buku teks untuk melihat
perspektif ideologi penulis, membaca
teks untuk mendekonstruksi teks dan membaca teks untuk melihat kredibilitas isi
teks. Disertai dengan pendekatan liberal, konflik dan dekonstruktivistik (Supriatna,
Nana 2007; 173)
Pendekatan liberal dapat menjadi salah
satu strategi yang digunakan guru untuk membantu siswa berpikir dengan kritis. Pendekatan
liberal bersifat konvensional atau terpaku pada kurikulum, masih old history dan berkesinambungan. Contoh
pertanyaan yang dapat ditanyakan pada siswa adalah:
Pada masa pemerintahan
siapakah banten mengalami puncak kejayaan?
Selanjutnya adalah pendekatan konflik,
pendekatan konflik juga continuitas tetapi
pendekatannya memasukkan semua kelompok khususnya masyarakat yang kurang
diperhatikan dalam sejarah konvensional.
Bagaimanakah
kondisi rakyat Banten pada masa kejayaan dibawah Sultan Ageng Tirtayasa?
Apakah
yang masih menganut kepercayaan dilindungi haknya?
Lalu
bagaimana masyarakat hidup berdampingan?
Terakhir adalah pendekatan
dekonstruktivistik, pendekatan yang dapat mengajak siswa untuk melihat sesuatu
denga kebalikannya, dan melihat peristiwa atau wacana mayarakat dari berbagai
dimensi. Contohnya:
Pada
masa sekarang Indonesia sedang dilanda korupsi di berbagai lini yang
menyebabkan masyarakat sengsara, pada masa Sultan Ageng Tirtayasa yang mencapai
puncak kejayaan kira-kira adakah korupsi itu?
Seperti demikianlah, kalaupun buku teks
menyediakan fakta kering guru sebagai “manager of class” dapat menyiasatinya
dengan pembelajaran yang menyenangkan dan siswa dapat memahami materi yang
disampaikan dengan baik. Dalam bertanya dilihat kemampuan berpikir siswa
kemudian digali secara lebih mendalam agar siswa dapat mengasah kemampuan
berpikir kritisnya dan diusahakan guru harus suadh lebih mengetahui materi yang
akan disamapikannya. Karena seperti yang diungkapkan oleh Alec Fisher (dalam
Supriatna, Encep: 2009) Implicity and indirectly, yaitu apabila guru
mengajar siswanya belajar bagaimana dia berfikir, karena biasanya siswa pada
saat bertanya terbuka dalam bertanya.
Maka dari itu, pembelajaran sejarah yang
terlanjur mempunyai paradigma pelajaran yang membosankan harus dirubah salah
satunya adalah dengan pengembangan berpikir kritis siswa untuk memperlihatkan
sejarah dari sisi lain, sisi yang membuat siswa merasa bahwa sejarah adalah
mata pelajran yang penuh makna dan dapat menjadi salah satu sarana pendidikan
karakter bagi bangsa untuk menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta tanah air.
Daftar Pustaka
Hasan, Hamid S. (1997). Kurikulum dan
Buku Teks Sejarah. Makalah. dalam Kongres Nasional Sejarah 1996. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Mulyana, Agug dan Darmiasti. (2009). Historiografi
di Indonesia. Bandung: Refika Aditama.
Murti, Bhisma. (2010). Berpikir Kritis (Critical Thinking). Jurnal
Fakultas Kedokteran, 1.
Poespoprodjo. (1987). Subjektivitas dalam Historografi. Bandung:
Remadja Karya CV Bandung.
Supriatna, Enceo. 2009. Pendekatan
Konstruktivisme dalam Pembelajaran Sejarah untuk Menumbuhkan Berpikir Kritis
Siswa Melalui Pembelajaran berbasis Masalah. Makalah. Disampaikan pada
acara seminar Internasional ASPENSI 21 November 2009 di hotel Banana Inn
Bandung.
Supriatna, Nana. (2007). Konstruksi Pembelajaran Sejarah Kritis.
Bandung: Historia Utama Press.
Komentar
Posting Komentar