KONFLIK ISRAEL-PALESTINA:
PERSENGKETAAN DI JALUR GAZA
Oleh:
Adnan
Hidayat (0906076), Evie Aprilianty (1103939), M. Dian Akbar (1105014)
Abstrak
Mayoritas
penduduk di Jalur Gaza adalah penduduk Jalur Gaza sendiri yang lahir dan besar
di situ selebihnya adalah pengungsi yang datang dari Palestina dan Jalur Gaza
sendiri sering kita lihat di stasiun televisi akibat dari konflik
Israel-Palestina, Jalur Gaza pun sempat diduduki oleh beberapa negara. Pada
tahun 1949 Jalur Gaza di duduki oleh Mesir, dan selanjutnya di duduki oleh
Israel setelah melakukan perang enam hari, dan kemudian diduduki oleh Palestina
melalui perjanjian Oslo. Dan yang melatarbelakangi konflik Israel-Palestina
yaitu bahwa kaum Yahudi setelah hasil dari deklarasi Balfour
kondisi kaum yahudi masih sama yaitu tetap tidak memiliki negara. Mereka hanya
memiliki hak untuk tinggal di wilayah Palestina tanpa ikut dalam sistem
pemerintahan. Namun pada tanggal 29 November 1947, PBB mulai membagi
wilayah mandat Britania atas
Palestina (deklarasi Balfour) dengan komposisi 55% wilayah untuk Israel dan 45%
wilayah untuk Palestina. Sedangkan kota Yerusalem yang dianggap suci, tidak hanya oleh orang Yahudi
tetapi juga orang Muslim dan Kristen,
masuk ke dalam zona internasional. Melihat keputusan tersebut
Bangsa-bangsa timur tengah lainnya tidak menerima dengan didirikannya negara
Israel pada tanggal 14 Mei 1948 secara sepihak oleh kaum Yahudi membuat bangsa-bangsa
Timur tengah (Palestina. Mesir, Suriah, Irak,
Libanon, Yordania, dan Arab Saudi) menabuh genderang perang melawan Israel.
Perang dimulai pada tahun 1948 antara Israel dan
bangsa-bangsa liga arab, dengan kemenangan ditangan Israel. Kemenangan
ini tidak hanya mempertahankan wilayahnya dan bahkan merebut kurang lebih
70% dari luas total wilayah daerah mandat PBB Britania Raya, Palestina. Perang
ini menyebabkan banyak kaum Palestina mengungsi dari daerah Israel. Tetapi di
sisi lain tidak kurang pula kaum Yahudi yang diusir dari negara-negara Arab
lainnya. Perkembangan situasi dan kondisi di Jalur Gaza saat ini mungkin tidak
jauh berbeda dengan yang kemarin-kemarin, dan untuk solusinya sendiri hanya
dengan perdamaian dengan PBB dan dunia internasional sebagai mediatornya.
Kata Kunci: Jalur Gaza, Konflik
Israel-Palestina, Tanah Suci, Perdamaian.
A. Pendahuluan
Konflik Israel-Palestina bermula dari resolusi PBB yang membagi wilayah
Palestina. Wilayah dibagi menjadi tiga bagian yaitu wilayah Arab-Palestina,
wilayah Israel, dan Yerussalem yang dikelola dunia internasional. Pembagian
tersebut tidak disetujui oleh mayoritas penduduk Palestina karena wilayah
Israel pembagiannya lebih luas dibandingkan wilayah Palestina.
Israel mendeklarasikan diri sebagai sebuah negara pada 14 Mei 1948 setelah
resolusi PBB, rakyat Palestina tidak menyetujuinya dan terjadilah konflik yang
berkepanjangan diantara keduanya. Konflik ini pun melibatkan negara Arab
lainnya karena penduduk Palestina merupakan suku yang berasal dari Arab.
Perhatian dunia internasional tertuju pada konflik kedua negara ini, hal
tersebut disebabkan karena banyaknya korban yang berjatuhan dari konflik
Israel-Palestina. Nuansa politik dan agama pun dominan diperlihatkan dalam
konflik ini.
Konflik Israel- Palestina adalah konflik yang menjadi isu internasional,
ada beberapa faktor y
ang menyebabkan konflik ini terjadi baik secara politis dan teologis. Yerussalem misalnya, kota tiga iman ini menjadi salah satu wilayah yang vital baik bagi Israel yang beragama Yahudi, Palestina yang mayoritas beragama Islam dan bagi pemeluk Kristiani.
ang menyebabkan konflik ini terjadi baik secara politis dan teologis. Yerussalem misalnya, kota tiga iman ini menjadi salah satu wilayah yang vital baik bagi Israel yang beragama Yahudi, Palestina yang mayoritas beragama Islam dan bagi pemeluk Kristiani.
Harapan kedamaian bagi kedua negara ini tampaknya masih jauh dalam
pandangan, betapa tidak setelah enam puluhan tahun lebih konflik, titik terang
perdamaian masih jauh. Bahkan beberapa saat yang lalu, pemberitaan Agresi
Militer Israel ke Jalur Gaza sangat mengiris hati karena banyaknya jumlah
korban, hingga ribuan penduduk Palestina. Penyelesaian konflik harus segera
diupayakan, negara adidaya Amerika Serikat harus memperhatikan kondisi dan
melihat dari segi kemanusiaan bukan hanya secara politis semata. Bagaimana
kondisi terkini di Gaza dan apa yang melatarbelakangi agresi terhadap Gaza
dilakukan akan dijelaskan kemudian.
B. Palestina Selayang Pandang
Konflik Israel- Palestina merupakan konflik yang berlangsung begitu lama,
enam puluhan tahun konflik ini bergulir belum menemui titik terang. Kadangkala
konflik terjadi karena adanya ingatan kultural yaitu pemikiran yang diturunkan
pada generasi ke generasi dan terus menerus direproduksi disebabkan ketegangan
di masa lampau yang tidak terselesaikan.
Bagi bangsa Yahudi, tanah merupakan hal yang cukup krusial. Sejarah panjang
mereka yang terusir dua kali dari tanah Palestina pada masa kekaisaran Romawi
dan Babilonia membuat mereka harus berdiaspora hingga muncul suatu gerakan ideologis
nasionalis yaitu Zionisme.
Menurut Leonard C.
Efapras (2012: 5) Zionisme adalah “Kombinasi
yang dihidupi dari berbagai aspirasi termasuk diantaranya bangkitnya
nasionalisme di Eropa dan dunia Arab,...” namun menelisik lebih dalam Zionisme
adalah penolakan/ negasi terhadap kehidupan diaspora (shelilat
ha-galut). Secara ringkas Zionisme menolak kehidupan diaspora Yahudi
yang sudah berumur berabad-abad itu, yang diwarnai dengan penganiayaan,
pengusiran, migrasi, dan asimilasi. Bagi Zionisme dampak dari diaspora
membentuk Yahudi yang berwatak budak, impoten, tergantung pada belas kasihan
orang lain, pengecut, licik, lemah, dan berjiwa dangkal.”
Sejarah penindasan yang dialami Yahudi- Israel membuat mereka menginginkan
sebuah negara atau yang disebut “Tanah Terjanji” untuk menjadi tempat tinggal
mereka. Konflik Israel- Palestina seringkali digambarkan sebagai konflik
Yahudi-Islam dan bahkan salah satu Kota Suci
Jerussalem pun di klaim oleh Yahudi sebagai wilayah yang dijanjikan
Tuhan pada mereka yang selama ini tertindas.
Eko Marhaendy (T.
Tahun: 10) mengungkapkan bahwa “Pembagian Jerusalem– menjadi bagian Israel dan bagian
Palestina – sulit untuk dilaksanakan karena peta demografi tidak mudah diubah
menjadi peta politik. Meskipun peta tersebut telah terbagi sebagai wilayah yang
dihuni orang-orang Israel dan wilyah lain yang dihuni orang-orang Palestina,
Jerusalem akan semakin sulit dibagi karena ia merupakan simbol tiga agama besar
yang letaknya saling berdekatan”.
Ada
beberapa faktor yang menguatkan Israel mengklaim wilayah yang semula wilayah
Palestina, yaitu sebagai berikut.
1. Kitab
Perjanjian Lama Bab Genesis 15:18 yang mengatakan: Pada hari ini Tuhan membuat
perjanjian dengan Ibrahim melalui firman, ‘Untuk keturunanmu Aku berikan tanah
ini, dari Sungai Mesir hingga Sungai Besar Eufrat’
2. Deklarasi
Balfour pada bulan November 1917 M oleh Arthur James Balfour yang sebelumnya
atas kesepakatan Sykes Picot dan
pembagian daerah kekuasaan di Timur Tengah dengan Prancis. Dalam deklarasi
tersebut dikatakan:
“Pemerintah Inggris menyetujui didirikannya
sebuah tanah air bagi bangsa Yahudi di Palestina, dan berusaha dengan
sebaik-baiknya untuk melancarkan pencapaian tujuan ini, setelah dipahami secara
jelas bahwa tidak akan dilakukan sesuatu yang dapat merugikan hak-hak sipil dan
hak-hak keagamaan komunitas non Yahudi yang ada di Palestina, atau hak-hak dan
status politik yang dinikmati oleh setiap bangsa Yahudi di negara lain” (Bakar,
2008)
3. Resolusi
Majelis Umum PBB No. 181 tahun 1947 M yang membagi Palestina menjadi tiga
wilayah. Wilayah Palestina, Wilayah Israel dan Jerussalem sebagai zona
internasional.
Hingga
sekarang ini, konflik masih terus berlanjut. Berikut adalah Kronologi Konflik
Israel-Palestina secara singkat.
Tahun
|
Peristiwa
|
Deskripsi
|
1917
|
Deklarasi
Balfour
|
2
November 1917 Inggris memenangkan Deklarasi Balfour yang dipandang pihak
Yahudi dan Arab sebagai janji untuk mendirikan tanah air bagi kaum Yahudi di
Palestina.
|
1922
|
Mandat
Palestina
|
|
1936-1939
|
Revolusi
Arab
|
Pimpinan
Amin al Husein yang menyebabkan tidak kurang 5000 warga Arab terbunuh
|
1947
|
Rencana
pembagian
wilayah oleh
PBB
|
29
November 1947, Perserikatan Bangsa-Bangsa menyetujui untuk mengakhiri Mandat
Britania untuk Palestina dari tanggal 1 Agustus 1948 dengan pemecahan wilayah
mandat
|
1948
|
Deklarasi
Negara Israel
|
Israel
diproklamirkan pada tanggal 14 Mei 1948, sehari kemudian langsung diserang
oleh tentara dari Libanon, Yordania, Mesir, Irak, dan negara Arab lainnya.
Israel berhasil memenangkan peperangan dan merebut + 70% dari luas total
wilayah mandat PBB Britania Raya.
|
1949
|
Persetujuan
gencatan
senjata
|
3
April 1949, Israel dan Arab sepakat untuk melakukan gencatan senjata. Israel
mendapat kelebihan 50 persen lebih banyak dari yang diputuskan rencana
pemisahan PBB
|
1956
|
Perang Suez
|
29
Oktober 1965, Krisis Suez, sebuah serangan meliter terhadap Mesir dilakukan
oleh Britania Raya, Perancis dan Israel.
|
1964
|
Organisasi
Pembebasan
Palestina
(PLO)
|
Berdiri
Mei 1964, Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) resmi berdiri, tujuannya
untuk menghancurkan Israel.
|
1967
|
· Perang
enam hari
· Resolusi
Khartoum
|
· Dikenal
dengan perang Arab-Israel 1967, merupakan peperangan antara Israel menghadapi
gabungan tiga negara Arab: Mesir, Yordania dan Suriah, yang mendapatkan
bantuan aktif dari Irak, Kuwait, Arab Saudi, Sudan dan Aljazair. Perang
tersebut berlangsung selama 132 jam 30 menit.
· Sebuah
pertemuan 8 pemimpin negara Arab pada tanggal 1 September 1967 karena
terjadinya perang enam hari. Resolusi ini berlanjut ke perang Yom Kippur tahun
1973.
|
1968
|
Palestina
menuntut
pembekuan
Israel
|
Perjanjian
Nasional Palestina dibuat, dan secara resmi Palestina menuntut pembekuan
Israel.
|
1970
|
War
of Attrition
|
Setelah
perang enam hari (5-10 Juni 1967), terjadi insiden serius di Terusan Suez.
Tembakan pertama dilepaskan 1 Juli 1967, ketika pasukan Mesir menyerang patroli
Israel, dan ini merupakan awal dari perang War of Attrition.
|
1973
|
Perang Yom Kippur
|
Dikenal
juga dengan Perang Ramadhan pada tanggal 6-26 Oktober 1973 karena bertepatan
dengan bulan ramadhan. Perang ini merupakan perang antara pasukan Israel
melawan koalisi negara-negara Arab yang dipimpin oleh Mesir dan Suriah,
terjadi pada hari raya Yom Kipur,
hari raya yang paling besar dalam tradisi orang-orang Yahudi.
|
1978
|
Kesepakatan Camp David
|
Ditandatangani
pada tanggal 17 September 1978 di Gedung Putih yang diselenggarakan untuk
perdamaian di Tmur Tengah. Jimmy Carter (Presiden Amerika Serikat) memimpin
perundingan rahasia yang berlangsung selama 12 hari antara Presiden Mesir, Anwar
Sadat, dan Perdana Menteri Israel, Menachem Begin.
|
1982
|
Perang Libanon
|
Perang
antara Israel dan Libanon yang terjadi pada tanggal 6 Juni 1982 ketika
angkatan bersenjata Israel menyerang Libanon Selatan.
|
1990-1991
|
Perang Teluk
|
|
1993
|
Kesepakatan
damai antara
Palestina dan
Israel
|
13
September 1993, Israel dan PLO sepakat untuk saling mengakui kedaulatan
masing-masing. Pertemuan Yaser Arafat dan Israel Yitzhak Rabin berhasil
melahirkan kesepakatan OSLO. Rabin bersedia menarik pasukannya dari Tepi
Barat dan Jalur Gaza serta memberi Arafat kesempatan menjalankan sebuah
lembaga semi otonom yang bisa memerintah di kedua wilayah. Arafat mengakui
hak negara Israel untuk eksis secara aman dan damai.
|
1996
|
Kerusuhan
terowongan al-
Aqsha
|
Israel
sengaja membuka terowongan Masjid al Aqsha untuk memikiat para turis dan
membahayakan fondasi mesjid bersejarah, pertempuran berlangsung beberapa hari.
|
1997
|
Israel
menarik pasukannya dari Hebron, Tepi Barat
|
|
1998
|
Perjanjian Wye
River
|
Oktober
1998, Perjanjian Wye River yang berisi penarikan Israel dan dilepaskannya
tahanan politik dan kesediaan Palestina untuk menerapkan butir-butir perjanjian
Oslo, termasuk soal penjualan senjata ilegal.
|
2000
|
KTT Camp David
|
|
2002
|
Israel
membangun tembok pertahanan di tepi Barat diiringi rangkaian serangan bunuh
diri Palestina
|
|
2002
|
Israel
membangun tembok pertahanan di tepi Barat diiringi rangkaian serangan bunuh
diri Palestina
|
|
2004
|
Mahkamah
Internasional menetapkan pembangunan batas pertahanan menyalahi hukum
internasional dan Israel harus merobohkannya
|
|
2005
|
Mahmud
Abbas terpilih menjadi Presiden 9 Januari 2005, Mahmud Abbas dari al Fatah
terpilih sebagai Presiden Otoritas Palestina menggantikan Yaser Arafat yang
wafat pada 11 November 2004
Juni
2005, pertemuan Mahmud Abbas dan Ariel Sharon di Yerusalem. Mahmud Abbas
mengulur Jadwal Pemili karena mengkhawatirkan kemenangan diraih pihak Hammas
Agustus
2005, Israel hengkang dari pemukiman Gaza dan empat wilayah pemukiman di Tepi
Barat
|
|
2006
|
Hamas
memenangkan
Pemilu
|
Januari
2006, Hammas memenangkan kursi Dewan Legislatif, menyudahi dominasi fatah
selama 40 tahun
|
2008
|
Januari-Juli,
ketegangan meningkat di Gaza. Israel memutus suplai listrik dan gas, Hamas
dituding tidak mampu mengendalikan kekerasan November 2008, Hamas batal ikut
serta dalam pertemuan univikasi Palestina yang dilaksanakan di Kairo, Mesir.
Serangan roket kecil berjatuhan di wilayah
Israel.
26
Desember 2008, Agresi Israel ke Jalur Gaza. Israel melancarkan Operasi Oferet
Yetsuka, yang dilanjutkan dengan serangan udara ke pusat-pusat operasi Hamas.
|
C. Persengketaan Jalur Gaza
Jalur
Gaza adalah sebuah kawasan yang terletak di pantai timur laut tengah,
berbatasan dengan Mesir di sebelah barat daya, dan Israel di sebelah timur.
Jalur Gaza memliki panjang sekitar 41 kilometer dan lebar antara 6 sampai 12 kilometer.
Populasi di Jalur Gaza berjumlah sekitar 1,7 juta jiwa. Mayoritas penduduknya
besar dan lahir di Jalur Gaza, selebihnya merupakan pengungsi palestina yang
melarikan diri ke Gaza setelah meletusnya perang Arab-Israel tahun 1948.
Populasi di Jalur Gaza didominasi oleh Muslim Sunni. Tingkat pertumbuhannya
pertahun mencapai angka 3,2% menjadikannya sebagai wilayah dengan laju
pertumbuhan penduduk tertinggi ke-7 di dunia. Jalur Gaza memperoleh
batas-batasnya saat ini pada akhir tahun 1948, yang ditetapkan melalui
perjanjian genjatan senjata Israel-Mesir
pada tanggal 24 Februari 1949. Pasal V dari perjanjian ini menyatakan bahwa
garis demarkasi di Jalur Gaza bukanlah merupakan perbatasan internasional.
Jalur Gaza selanjutnya diduduki oleh Mesir. Pada awalnya Jalur Gaza secara
resmi dikelola oleh Pemerintah Palestina yang didirikan oleh Liga Arab pada
bulan September 1948, sejak pembubaran pemerintahan Palestina pada tahun 1959
hingga 1967 Jalur Gaza secara langsung dikelola oleh seorang gubernur militer
Mesir. Israel merebut dan menduduki Jalur Gaza dalam perang enam hari pada
tahun 1967. Berdasarkan persetujuan damai Oslo yang disahkan pada tahun 1993
otoritas Palestina ditetapkan sebagai badan admistratif yang mengelola pusat
kependudukan Palestina. Israel mempertahankan kontrolnya terhadap Jalur Gaza di
wilayah udara, wilayah perairan, dan lintas perbatasan darat dengan mesir.
Israel secara sepihak menarik diri dari Jalur Gaza pada tahun 2005. Jalur Gaza
merupakan bagian dari teritori Palestina sejak bulan Juli 2007, setelah
pemilihan umum legislatif Palestina 2006 dan setelah pertempuran Gaza Hamas
menjadi penguasa de facto di Jalur Gaza yang kemudian membentuk Pemerintahan
Hamas di Gaza.
Keputusan
PBB mengeluarkan resolusi The UN Partition Plan dan berdirinya negara
Israel ditentang oleh negara-negara Arab sehingga mendorong pecahnya perang
Arab-Israel (Perang Al-Nakbah) tahun 1948. Israel harus menghadapi serangan
Yordania, Irak, Syria, Lebanon, dan Mesir. Perang yang dimenangkan oleh Israel
tersebut berakhir melalui serangkaian kesepakatan gencatan senjata Januari –
Juli 1949 antara Israel dengan Mesir, Lebanon, Yordania, dan Syria. Pada
dasarnya, gencatan senjata tersebut mempertahankan kedudukan teritorial yang
dihasilkan melalui perang. Hasilnya adalah Israel menguasai tiga perempat
wilayah Palestina, 21% lebih luas daripada Rencana Pembagian yang diajukan oleh
PBB tahun 1947. Karena dalam perang Al-Nakhbah, Israel berhasil merebut
beberapa wilayah Palestina dari tentara negara-negara Arab. Gencatan senjata
pasca perang menyepakati bahwa Tepi Barat dan Jerusalem Timur berada di bawah
kontrol Yordania, wilayah Gaza dan sekitarnya di bawah kontrol Mesir, sedangkan
sisanya menjadi bagian dari negara baru, Israel. Dari sinilah mulai muncul
istilah “Jalur Gaza”, yaitu wilayah Gaza dan sekitarnya yang di dalam naskah
gencatan senjata setelah perang Arab-Israel pertama diakui sebagai entitas
terpisah di bawah pengawasan Mesir.
Jalur
Gaza sempat diduduki oleh Israel ketika Israel menyerang Mesir pada tanggal 2
November 1956 karena nasionalisasi Terusan Suez. Israel menarik pasukannya dari
Jalur Gaza pada bulan Maret 1957. Namun kemudian, pecah Perang Enam hari pada
tanggal 5-11 Juni 1967. Perang yang disebabkan ketegangan yang masih
berkelanjutan antara negara-negara Arab dan Israel ini mengakibatkan Jalur Gaza
dikuasai kembali oleh Israel. Setelah mengalahkan Mesir dalam perang ini,
Israel tidak hanya menguasai Jalur Gaza, tapi juga Tepi Barat, Jerusalem Timur,
Dataran Tinggi Golan, dan Gurun Sinai. Perang selama enam hari telah
mengakibatkan gelombang eksodus kedua penduduk Palestina dari tempat tinggal
mereka (eksodus pertama terjadi pada perang Al-Nakhbah, 1948). Tercatat
sebanyak 250.000 penduduk Tepi Barat, 70.000 penduduk Jalur Gaza, dan 90.000
penduduk Dataran Tinggi Golan menjadi pengungsi selama perang. Sejak Israel
memenangkan perang dan menguasai wilayah yang lebih luas, rakyat Palestina
berada di bawah pengawasan militer Israel. Israel mulai menghancurkan
rumah-rumah penduduk Palestina, gencar membangun pemukiman bagi orang-orang
Yahudi, membangun pos-pos pemeriksaan, dan menjaga ketat pintu-pintu gerbang di
Jalur Gaza. Pada 6 Oktober 1973, Mesir dan Syria menyerang Israel (Perang Yom
Kippur) dengan tujuan untuk mengambil kembali wilayah yang diokupasi Israel
akibat perang 1967.
Tujuan
tersebut baru terealisasi pada 17 September 1978 ketika Mesir dan Israel
menyepakati perjanjian damai di Camp David. Selain dikembalikannya Semenanjung
Sinai di bawah kontrol Mesir, perjanjian Camp David juga memuat rencana
pembentukan otoritas pemerintahan sendiri di Tepi Barat dan Jalur Gaza. Pada
tahun 1994, Israel menarik diri dari sebagian wilayah Jalur Gaza sebagai
konsekuensi dari kesepakatan Oslo 1993 antara Israel dan PA (inti kesepakatan
ini adalah Gaza merupakan bagian dari Palestina dan Palestina berhak membentuk
pemerintahan sendiri). Sejak itu, Israel dan Palestinian Authority (PA)
berbagi kekuasaan di Jalur Gaza. PA melakukan kontrol terhadap sipil sedangkan
Israel melakukan pengawasan militer, bertanggung jawab penuh terhadap urusan
luar negeri, perbatasan, dan keamanan terutama di sepanjang perbatasan
internasional, yaitu dengan Mesir dan Yordania, serta keamanan pemukiman Israel
yang ada di Jalur Gaza dan Tepi Barat. Titik terang masalah Palestina muncul ketika
Perdana Menteri Israel, Ariel Sharon, mengajukan Disengagement Plan
sejak Desember 2003 dan akhirnya disepakati bersama Mesir, Yordania, dan PA
pada pertemuan Sharm e-Sheikh tanggal 8 Februari 2005. Disengagement Plan
merupakan kebijakan penarikan mundur dari Jalur Gaza dan Tepi Barat bagian
utara, baik militer maupun penduduk Israel, mulai pada tanggal 17 Agustus 2005
dan berakhir pada 12 September 2005. Keputusan tersebut menandai berakhirnya
kekuasaan militer Israel atas Jalur Gaza yang sudah berlangsung sejak 1967 yang
mengakibatkan 1.700 keluarga Yahudi yang tersebar di 21 pemukiman di Jalur Gaza
terpaksa meninggalkan wilayah tersebut. Mengapa Jalur Gaza diperebutkan karena
Jalur Gaza cukup strategis wilayahnya.
D. Perkembangan Jalur Gaza Terkini
Israel melancarkan lebih dari 200
serangan udara atas Jalur Gaza hari Sabtu, selagi tembakan roket militan Hamas
terus melumpuhkan Israel selatan. Asap hitam mengepul ke udara setelah
pesawat-pesawat tempur Israel menyerang kantor perdana menteri, kantor polisi,
dan kediaman komandan militer, serta gudang dan terowongan penyelundupan
senjata di Gaza. ( 11/17/2012).
Di kota Jerusalem, Israel dan Hamas
melanjutkan saling serang dengan sengit, hari Sabtu, sementara pasukan Israel
berkumpul di perbatasan Gaza, bersiap akan kemungkinan serangan darat. Militer
Israel melancarkan lebih dari 200 serangan udara terhadap Jalur Gaza yang
dikuasai Hamas hari Sabtu, menarget gedung-gedung pemerintah termasuk kantor
Perdana Menteri Ismail Haniyeh dan Kabinet Hamas. Haniyeh tidak berada di sana
ketika itu. Misil Israel juga menghantam lokasi-lokasi peluncuran roket dan
terowongan-terowongan penyelundupan senjata.
Juru bicara pemerintah Israel Mark
Regev mengatakan, tujuan serangan itu untuk mengakhiri serangan roket ke Israel.
“Kami bertindak sekarang untuk menciptakan situasi di mana Hamas mengerti bahwa
mereka tidak boleh menyerang warga sipil Israel. Kami ingin menciptakan
perdamain dan ketenangan bagi warga di selatan, bagi seluruh rakyat Israel.
Saya rasa tujuan itu bisa tercapai,” tegasnya.
Pertahanan misil 'kubah besi' Israel
berhasil mencegat roket Hamas yang diarahkan ke kota Tel Aviv, Sabtu
(17/11/12). Hamas yang diserang habis-habisan terus berusaha menyerang balik.
Suara sirine serangan udara bergema di Israel selatan, ketika orang-orang
Palestina menembakkan puluhan roket ke seberang perbatasan Gaza. Suara sirine
itu membuat warga Israel berlarian ke tempat-tempat perlindungan , sehingga
jalan-jalan menjadi lengang.
Khalil al Hayya, seorang pemimpin
Hamas di Gaza, mengatakan, Palestina bertindak untuk membela diri dan tidak
akan menyerah. Ia mengatakan, “negara Zionis membunuh laki-laki, perempuan, dan
anak-anak Palestina. Perang tidak akan berakhir sampai Palestina dan Yerusalem
merdeka.’
Operasi udara Israel dimulai Rabu
dengan membunuh pemimpin militer Hamas dalam sebuah serangan udara, setelah
serangan roket beberapa hari. Setelah itu, serangan udara Israel di Jalur Gaza
dan serangan roket Hamas ke Israel semakin gencar.
Konflik itu meningkat hari Jumat,
ketika Palestina menembakkan roket yang jatuh di dekat Yerusalem untuk pertama
kalinya. Beberapa roket juga ditembakkan ke Tel aviv. Kedua kota itu sebelumnya
tidak bisa dicapai oleh roket-roket Palestina. Namun, Hamas menyelundupkan
roket-roket jarak jauh buatan Iran.
Karena roket-roket yang ditembakkan
dari Gaza tidak henti-hentinya, kabinet Isreal mengizinkan militer untuk
mengaktifkan 75.000 tentara cadangan. Israel telah menempatkan tank-tank dan
berbagai kendaraan lain berlapis baja di perbatasan serta menutup jalan-jalan
utama di sekitar Jalur Gaza. Itu mengisyaratkan Israel siap melancarkan
serangan darat ke wilayah Palestina.
Pejabat-pejabat Palestina mengatakan
sudah 40 orang tewas di Gaza, termasuk militan dan warga sipil, sejak Israel
memulai serangan-serangan udaranya beberapa hari lalu. Roket-roket Hamas
menewaskan tiga warga sipil Israel. Sekitar 10 warga Israel termasuk sejumlah
tentara luka-luka akibat serangan roket hari Sabtu.
Selagi pertempuran hari keempat
berkobar, Presiden Amerika Barack Obama terus menekan Mesir, Turki dan
negara-negara lain yang mampu mempengaruhi Hamas agar membantu mewujudkan
gencatan senjata. Berbicara kepada wartawan yang menyertai Presiden ke Asia
Tenggara, Deputi Penasihat Keamanan Nasional Ben Rhodes mengulangi sikap Amerika
bahwa Israel berhak mempertahankan diri terhadap serangan roket dari Gaza. Ia
mengatakan, presiden telah berbicara dengan Perdana Menteri Israel Benjamin
Netanyahu melalui telepon serta Presiden Mesir Mohamad Morsi dan Perdana
Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan.
Sabtu malam, menteri-menteri luar
negeri Liga Arab di Kairo bertemu dalam sidang darurat guna membahas tanggapan
Arab terhadap pertempuran itu. Secara terpisah, Presiden Mesir Morsi menjadi
tuan rumah pertemuan hari Sabtu dengan para pemimpin Turki dan Qatar guna
mengoordinasikan pengiriman bantuan darurat ke Gaza.
E. Solusi Konflik di Jalur Gaza
Berdasarkan pemaparan singkat di
atas, tampak jelas bahwa kunci penyelesaian konflik Palestina-Israel
sesungguhnya terletak pada kedua belah pihak yang bertikai. Penyelesaian
konflik Israel Palestina akan sulit tercapai manakala pihak-pihak yang terlibat
konflik tidak mentaati kesepakatan yang telah diambil. Pada aspek politik,
langkah bijak yang tentunya dapat dilakukan adalah mengidentifikasi berbagai persoalan
dari kedua belah pihak untuk mendapatkan kerja sama dengan kepentingan yang
sama dari masing-masing kebijakan politik keduanya. Sementara pada aspek
teologis, dialog merupakan langkah yang tepat dalam menyelesaikan persoalan
keduanya. Selain itu, aspek teologis agaknya tidak terlalu dominan mewarnai
konflik, mengingat dalam sejarahnya hubungan teologis tiga agama besar pernah
terjalin harmonis tanpa sentuhan “tangan-tangan politik”.
F.
Kesimpulan
Sejarah
panjang bangsa Israel-Yahudi membuat mereka mengaharapkan “Tanah Terjanji” yang
termaktub dalam al-kitab mereka membuat mereka mencaplok paksa wilayah yang
telah secara de facto adalah wilayah Palestina. Hingga turunnya resolusi PBB
yang memberikan wilayah Palestina dan dukungan negara adidaya Amerika Serikat
menguatkan mereka dan sampai pada satu titik yaitu mendeklarasikan diri sebagai
sebuah negara pada 14 Mei 1948.
Jalur
gaza sebagai salah satu wilayah Palestina kembali menjadi wilayah Palestina
pada tahun 2007 sejak kemenangan pemilu oleh Hamas. Jalur Gaza yang diawasi
ketat oleh Israel pernah jatuh ke tangan Mesir dan jatuh kembali ke tangan
Israel pada 1967. Jatuh bangun wilayah Gaza yang terletak di Pantai Timur Laut
ini menyebabkan Agresi dilakukan oleh Israel tepatnya pada tanggal 17 Agustus
2005 dan berakhir pada 12 September 2005. Israel menarik mundur militernya
setelah Perdana Menteri Israel, Ariel Sharon, mengajukan Disengagement Plan
sejak Desember 2003 dan akhirnya disepakati bersama Mesir, Yordania, dan PA
pada pertemuan Sharm e-Sheikh tanggal 8 Februari 2005. Disengagement Plan
merupakan kebijakan penarikan mundur dari Jalur Gaza dan Tepi Barat bagian
utara, baik militer maupun penduduk Israel. Keputusan tersebut
menandai berakhirnya kekuasaan militer Israel atas Jalur Gaza yang sudah
berlangsung sejak 1967.
Akhirnya,
perlu upaya dari kedua belah pihak untuk perdamaian. Tentu tidak terlepas pula
dari peran PBB, negara Arab bahkan negara muslim dan negara adidaya Amerika
Serikat dalam kelangsungan perdamaian agar tidak lebih banyak lagi korban
berjatuhan. Diusahakan tidak membawa hal yang bersifat teologis dan politis
tetapi atas namakan humanities untuk
menjaga perdamaian dunia.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Bakar, A. (2008). Berebut Tanah Suci
Palestina. Yogyakarta: Insan Madani.
Basayib, H. (2006). Perspektif
Sejarah Hubungan Islam dan Yahudi. Jakarta: Gramedia.
Kuncahyono,
T. (2009). Jalur Gaza: Tanah Terjanji, Intifada, dan Pembersihan Etnis.
Jakarta: Penerbit Buku Kompas
Scoenman, R. (2007). Sejarah Zionisme
yang Tersembunyi. Jakarta: Sajadah Perss.
Turner J. J.
(1997). Perang Suci Atas Nama Tuhan: Dalam Tradisi Barat dan Islam.
Bandung: Mizan.
Artikel Jurnal Ilmiah:
Epafras, L. C. (2012). Memahami ingatan kultural
Yahudi dalam konflik Israel-Palestina. Draft awal disampaikan dalam Seminar Nasional
“Konflik Israil-Palestina Pasca Pemilihan Umum Amerika Serikat Tahun 2012.”
Diselenggarakan oleh Jurusan Jinayah Siyasah (Pidana dan Tatanegara Islam),
Fakultas Syari’ah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga,
Yogyakarta, 29 Nopember 2012.
Marhaendy,
E. (T. Tahun). Analisis Konflik Israel-Palestina: Sebuah
Penjelajahan Dimensi Politik dan Teologis. Ditulis sebagai
tugas akhir pada mata kuliah Agama dalam Ilmu-ilmu Sosial. Dosen pengasuh: Prof. Dr.
Ibnu Hajar, M.Si. Naskah dapat diakses di: www.elomarhaendy.wordpress.com.
Internet/
Web:
VOA. (t. Tahun). Pertempuran di Jalur Gaza Semakin Sengit. [online] tersedia: http://www.
voaindonesia.com/content/pertempuran-di-jalur-gaza-semakin-sengit/1548216.html
Komentar
Posting Komentar