Islam di Eropa (Italia dan Bosnia)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Eropa merupakan
Benua yang cukup luas, yang pada masa sekarang menjadi pusat peradaban dengan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang maju. Beberapa Revolusi yang terjadi di
Eropa mempengaruhi dunia. Diantaranya adalah Revolusi Industri yang terjadi di
Inggris dan disusul oleh revolusi lainnya seperti di Prancis dan di Jerman.
Bahkan ketika terjadinya perang dunia I dan II yang mendominasinya adalah
Eropa.
Namun
jika dilihat sejarahnya dari Dark Age sampai
ke zaman Renaissance bisa dikatakan
dipengaruhi oleh masuknya peradaban Islam ke Andalusia atau yang dikenal
sebagai Spanyol sekarang. Sebelum masuknya Islam ke Eropa yang kekuasaan berkembang
adalah Romawi, kemudian muncul dominasi gereja yang terletak di Vatikan yang
membuat mata dari Eropa tertutup. Masyarakat Eropa menjadi tidak mementingkan
duniawi tetapi lebih mementingkan akhirat. Doktrin dari Sri Paus yang menyebutkan bahwa dunia itu
tidak penting menyebabkan tertutupnya pikiran dari dunia.
Islam
yang pada masa itu sedang mengalami puncaknya mencoba untuk memperluas kekuasaannya
ke Benua Eropa. Spanyol yang ketika itu masyarakatnya merasa ditindas oleh
Raja, mereka bersimpati ketika Islam yang ketika itu dipimpin oleh bani umayyah
berperang melawan kekaisaran spanyol untuk merubah sistem kemasyarakatan
disana. Setelah dikuasai Islam terjadi perubahan yang cukup signifikan. Tetapi
masyarakat Spanyol tetap merasa tertindas akan kepemimpinan bani umayyah. Hal
tersebut membuat masyarakat Eropa menjadi sedikit terbuka akan ilmu pengetahuan
yang dibawa oleh Islam.
Ketika
terjadi perang Salib, Eropa mulai menemukan titik terang. Mereka menyadari
bahwa Eropa sudah sangat tertinggal jauh dari Islam. Pada akhirnya terjadi
suatu zaman pencerahan atau dikenal dengan Renaissance.
Mereka mulai melakukan usaha untuk merubah pola pikir akan pentingnya Ilmu pengetahuan
terhadap kehidupan dunia.
Kita
dapat melihat disini bahwa perkembangan di Eropa berawal dari Ilmu pengetahuan
yang dikembangkan oleh Islam dan mereka merasa termotivasi untuk lebih maju
daripada Islam. Dari kajian inilah kami akan mengkaji bagaimana Islam masuk ke
Eropa dan membuat suatu perubahan yang mengubah wajah dunia barat sekarang.
Kami akan lebih mengkaji pada perkembangan Islam di Italia dan Bosnia
Herzegovina.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana
proses masuknya Islam ke Eropa?
1.2.2 Bagaimanakah
proses masuk dan berkembangnya Islam di Italia?
1.2.3
Bagaimanakah proses masuk dan
berkembangnya Islam di Republik Bosnia dan Herzegovina?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Mengetahui
proses masuknya Islam ke Eropa.
1.3.2 Mengetahui
proses masuk dan berkembangnya Islam di Italia.
1.3.3 Mengetahui
proses masuk dan berkembangnya Islam di Bosnia dan Herzegovina.
1.4 Metode Penulisan
Dalam
penyusunan makalah ini menggunakan metode sebagai berikut :
1.4.1
Metode studi pustaka yaitu mencari dan
mengelola data-data yang relevan dan valid dari buku buku sumber yang sesuai
dengan materi dalam pembahasan.
1.4.2 Metode
browsing yaitu mencari data dari sumber internet yang sesuai dengan materi
dalam pembahasan.
1.5 Manfaat Penulisan
1.5.1
Bagi Penyusun : Untuk memenuhi salah
satu tugas Mata Kuliah Sejarah Peradaba
1.5.2
Islam dan memperluas wawasan tentang
perkembangan Islam di Eropa, terutama di Italia dan Republik Bosnia dan
Herzegovina.
1.5.3
Bagi Pembaca : Menambah wawasan dan
referensi tentang studi Islam di Eropa, terutama di Italia dan Republik Bosnia
dan Herzegovina.
1.6 Sistematika Penulisan
Sistematika
penulisan ini terbagi menjadi tiga bagian, yaitu :
1.6.1
Bagian pertama tentang pendahuluan yang
membahas didalamnya latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode
penulisan, manfaat penulisan, dan sistematika penulisan.
1.6.2
Bagian kedua tentang pembahasan yang membahas
tentang Turki Usmani.
1.6.3
Bagian ketiga tentang penutup yang berisi analisis, kesimpulan dan
saran.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Awal Masuk Islam ke Eropa
Awal Islam masuk ke Eropa, berawal dari
ekspansi yang dilakukan oleh Bani Umayyah pada masa kekhalifahan Walid Ibn
Abdul Malik (705-715 M). Orang yang paling berjasa dalam penaklukan ini adalah
Tharif Ibn Malik, Thariq Ibn Ziyad dan Musa Ibn Nushair. Tharif Ibn Malik yang
dikenal sebagai peyelidikan berjasa dalam penaklukan Spanyol yang pertama kali
maka dari itu ia disebut sebagai perintis dalam ekspansi yang dilakukannya ia
tak mendapat perlawanan yang berarti di selat antara Maroko dan Eropa itu
dengan pasukan berkuda sejumlah 500 pasukan. Lalu, didorong oleh keberhasilan
yang diraih oleh Tharif Ibn Malik dan juga harta rampasan perang yang
menggiurkan Musa Ibn Nushair mengirimkan pasukan ke Spanyol sebanyak 7000 orang
dibawah pimpina Thariq bin Ziyad.[1]
Penaklukan-penaklukan
di medan pertempuran di bawah pimpinan Musa bin Nushair dan para komandannya
tidak kalah brilian dan gemilang tenimbang yang dilakukan oleh al-Hajjaj dan para komandannya di timur. Segera setelah
menaklukan Mesir (640-643), ia menyerbu ke sebelah barat, yaitu Ifriqiyah
(Hitti,2002: 265-266). Ketika itu lawannya di Afrika adalah suku asli disana,
yaitu Berber . Namun kekuasaan Arab di Ifriqiyah ini begitu labil, yang
akhirnnya pasukan Arab harus pindah dari kawasan itu.
Pada masa kepemimpinan Hassan bin
al-Nu’man al-Ghassani (± 693-700) otoritas Bizantium dan perlawanan suku Berber
bisa diakhiri. Hassan bekerja sama dengan angkatan laut islam, berhasil
mengusir orang-orang Bizantium dari Kartago (698) dan kota-kota pesisir lainnya
(Hitti,2002:266). Jadi, ketika pergantian gubernur di Afrika otoritas Bizantium
dan suku Berber bisa diakhiri. Kerja samanya dengan angkatan laut Islam
berhasil mengusir orang-orang Bizantium
dari Kartago dan pesisir-pesisir lainnya.
Pasukan Arab kala itu berhadapan
dengan suku Berber yang dipimpin oleh seorang peramal perempuan yang
memengaruhi para pengikutnya. Namun perempuan itu berhasil dikalahkan oleh
pengkhianatan yang dilakukan oleh pengikutnya. Penyerangan Islam yang dilakukan
membuat adanya interaksi dengan kelompok ras lain, yaitu suku Berber. Berber
ini adalah suku yang masyarakatnya beragama Kristen karena serangan dari
Romawi. Berber memiliki kebudayaan yang masih dalam tahap perkembangan yang
mengakibatkan mudah tertarik dengan hal yang baru. Ketika Islam berkuasa di
Afrika, suku Berber banyak yang masuk Islam dan suku Berber ini dijadikan ujung
tombak penyerangan Islam untuk Selanjutnya.
Setelah penaklukan pantai Afrika
Utara hingga Atlantik oleh Musa, terbuka lebar jalan untuk menaklukkan daerah-daerah
barat daya Eropa. Pada 711, Thariq, seorang keturunan Berber dan komandan
pasukan Musa, melakukan langkah bersejarah dengan menyebrangi laut menuju
Spanyol dalam sebuah ekpedisi militer yang kondang. Penyerbuan tersebut
berhasil menaklukkan semenanjung Iberia (Andalusia). Serangan ini merupakan
ekpedisi militer Arab yang terakhir dan penuh sensasi, serta berhasil
memperluas wilayah Islam dengan dikuasainya wilayah Eropa. Setelah beberapa
kota di Gaul sebelah selatan jatuh,
gerak laju pasukan Arab-Berber tehenti pada 732 di antara Tours dan Poitiers
oleh bala tentara Charles Martel. Daerah itu menandai batas penaklukan Arab di
sebelah barat Laut (Hitti ,2010:268).
Jumlah pasukan yang besar bersama dengan
Thariq bin Ziyad memperlihatkan hasil yang nyata, gunung pertama yang merekan singgahi
diberi nama Gibraltar (Jabal Thariq) sesuai dengan nama pemimpin pasukan ini.
Bahkan Thariq bin Ziyad dengan keberhasilannya dalam ekspansi ini dijuluki
sebagai penakluk Spanyol, kemudian di suatu tempat bernama Bakkah Thariq bin
Ziyad berhasil mengalahkan Raja Roderick. Cordova, Granada, dan Toledo yang
menjadi ibukota Goth saat itu berhasil dikuasai, semakin luas-lah penaklukan
yang dilakukan oleh kaum muslimin di Eropa.
Musa bin Nushair yang merasa kemenangan pertama
yang dicapai oleh Thariq bin Ziyad ini sebagai jalan pembuka untuk penaklukan
yang lebih besar merasa perlu untuk membantunya. Setelah pada perang pertama ia
mengirim 5000 personel untuk membantu Thariq bin Ziyad kali ini Musa bin
Nushair turun tangan sendiri, Musa bin Nushair dengan jumlah pasukan yang besar
pergi menyeberangi selat itu dan dan berhasil menaklukan satu persatu kota yang
dilewatinya. Sidonia, Karmona, Seville dan Merida juga berhasil mengalahkan
penguasa kerajaan Gothik Theodomir di Orihuela kemudian Musa Ibn Nushair
bergabung dengan Thariq bin Aziyad yang telah berada di Toledo. Keduanya
berhasil menaklukan kota-kota penting di Spanyol termasuk diantaranya Saragosa
dan Navarre yang berada di bagian utara.
Melihat situasi yang ada di Eropa bagian
timur dimana di sana terdapat kota terkuat Konstantinopel. Dari beberepa
dinasti yang berkuasa hampir semuanya itu berkonflik dengan kekaisaran
Bizantium karena ingin mendapatkan kota tersebut.
Dua kali Muawiyah mengerahkan
pasukannya ke ibu kota musuh. Motif utama serbuan ke Bilad al-Rum (negeri
orang-orang Romawi, Asia Minor) tidak lain adalah untuk memperoleh rampasan
perang, meskipun gambaran konstantinopel juga menjadi daya tarik mereka. Secara
bertahap serangan-serangan kecil itu
menjadi aktivitas tahunan di musim panas, yang berfungsi utnuk menjaga kondisi
pasukan tetap segara dan terlatih (Hitti,2010:246-247).
Ketika operasi militer sedang
berlangsung di bagian timur, medan perang Bizantium tidak sepenuhnya diabaikan.
Pada masa awal pemerintahannya, dan ketika Ibn Al-Zubayr berusaha merebut
kekhalifahan, Abd al-Malik mengikuti contoh Muawiyah yang membayar upeti kepada
raja tiran Romawi, diwakili oleh agen kristennya yang menerobos ke Libanon.
Namun setelah berhasil mengatasi situasi politik internal, ia kembali menyulut
perseteruan dengan Bizantium (Hitti,2010:265).
Jadi, pada masa Muawiyah dan Abd
al-Malik terjadi suatu konflik internal, padahal ketika itu sedang berseteru dengan
kekaisaran Bizantium. Hal yang
dilakukan mereka adalah dengan melakukan
seperti genjatan senjata untuk tidak menyerang dulu dan sebagai imbalannya mereka membayar upeti.
Namun setelah konflik internal ini mereka kembali berperang dengan kekaisaran
Bizantium.
Perseteruan yang berusia lebih dari
seabad antara kekhalifahan Islam dan kerajaan Bizantium kembali dimulai oleh
khalifah ketiga Dinasti Abassiyah, al mahdi (775-785), tapi manuver yang
dilakukan tidak terlalu sering dan tidak membuahkan hasil yang berarti
(Hitti,2010:371).
Romawi atau Bizantium membuat suatu
perjanjian dengan Manshur. Bertentangan dengan perjanjian sebelumnya,
orang-orang Bizantium menyerang wilayah-wilayah Muslim dan memporakporandakan
provinsi-provinsi perbatasan diman-mana. Mereka merebut Maraasydan
menghancurkannya menjadi abu. Mahdi mengirimkan Hasan bin Kahtaba untuk
membendung gelombang permusuhan orang-orang Bizantium itu
(Mahmudunnasair,2005:218). Jadi, Mahdi melakukan upaya-upaya untuk mengusir
Bizantium dari perbatasan dengan mengirimkan Hasan, Harun sehingga kekaisaran
Bizantium di perbatasan dapat terkalahkan. Bahkan Harun diberi gelar Ar-Rasyid
atas keberhasilannya tersebut.
Pada
masa kekuasaan Turki Usmani ada titik cerah ketika Muhammad II bisa menaklukkan
kota terpenting, yaitu Konstantinopel. Terbuka sekali gerbang ke Eropa dari
arah timur karena penguasaan kota tersebut.
Muhammad II dalam sejarah
terkenal dengan Muhammad Al-Fatih, ia berhasil menaklukkan kota konstantinopel
pertama kali yang telah dicita-citakan sejak khalifah Usman bin Affan, Gubernur
Muawiyah yang pertama kali menyerang konstantinopel dan khalifah-khalifah
selanjutnya yang berabad-abad mencita-citakan penaklukan konstantinopel, akhirnya
tercapai pada tahun 1453. Pada saat itulah awal kehancuran Bizantium yang telah
berkuasa sebelum masa Nabi. Sultan Muhammad al-Fatih menaklukkan venish, Italy,
Rhodos, dan cremia yang terkenal dengan konstantinopel.
Sulaiman I yang meneruskan
kekuasaan setelah Salim I Selanjutnya pada tahun 1520-1566 M, Sulaiman Agung
menjadi penguasa baru di kerajaan Turki Usmani menggantikan Salim I dan dia
dijuluki Sulaiman Al-Qanuni. Sulaiman bukan hanya sultan yang paling terkenal
dikalangan Turki Usmani, akan tetapi pada awal ke 16 ia adalah kepala negara
yang paling terkenal di dunia. Ia seorang penguasa yang shaleh, ia mewajibkan
rakyat muslim harus shalat lima kali dan berpuasa di bulan ramadhan, jika ada
yang melanggar tidak hanya dikenai denda namun juga sanksi badan.
Sulaiman juga berhasil
menerjemahkan Al-Qur’an dalam bahasa Turki, pada saat Eropa terjadi
pertentangan antara katolik kepada khalifah Sulaiman, mereka di beri kebebasan
dalam memilih agama dan diberikan tempat di Turki Usmani. Lord Cerssay
mengatakan, bahwa ‘pada zaman dimana
dikenal ketidakadilan dan kelaliman katholik roma dan protestan, maka Sultan
Sulaiman yang paling adil dengan rakyatnya meskipun ada yang tidak beragama
islam’[2]
Setelah Sulaiman, kerajaan turki Usmani mengalami kemunduran.
Pada masa Muhammad II (1451-1481)
Turki Utsmani mencapai puncak kejayaan, usaha-usahanya dalam mempertahankan dan
mengembangkan kemajuan di wilayah Turki Usmani diraihnya dengan cepat,
sepeninggal beliau yang kemudian dilanjutkan oleh Beyazid (1481 – 1512 M) dan Salim I (1512 – 1520 M) terulang
kembali usaha-usaha yang pernah dicapai pada masa Muhammad II Turki Utsmani ini
yaitu pada masa Sulaiman I (1520-1566). Usaha ini di tindak lanjuti, dikembangkan oleh Sultan
Sulaiman al-Qonuni. Ia tidak mengarahkan ekspansinya kesalah satu arah timur
dan Barat, tetapi seluruh wilayah yang berada disekitar Turki Usmani itu,
sehingga Sulaiman berhasil menguasai wilayah Asia kecil.
2.2 Islam di Italia
Serangan
Arab pertama terhadap Sisilia-Bizantium pada tahun 652, 667, dan 720 mengalami
kegagalan, Syracuse dapat ditaklukkan untuk pertama kalinya untuk sementara
waktu pada tahun 708, namun sebuah invasi yang direncanakan pada tahun 740
gagal dilaksanakan karena pemberontakan Berber dari Maghreb yang berlangsung hingga tahun 771 dan perang sipil di
Ifriqiyah berlangsung hingga tahun 799. Sardinia bagaimanapun berhasil dikuasai
Islam dalam beberapa tahapan pendudukan yang berlangsung pada tahun 711, 720,
dan 760 secara berturut-turut. Pulau Italia Pantelleria dapat ditaklukkan oleh bangsa Arab pada tahun 700.
Penaklukan umat Islam atas kepulauan
sisilia merupakan buih terakhir dari gelombang serbuan yang dibawa bangsa arab
ke Afrika Utara dan Spanyol. Para pemimimpin ekspansi ke kepulauan itu, dan ke
daratan Eropa Tengah adalah panglima-panglima perang dinasti Aglibiyah dari
Kairawan yang menyerang wilayah itu pada abad ke-9 M. Meski demikian,
upaya-upaya sporadik yang dilakukan oleh para pengembara muslim,
tentara-tentara bayaran, dan para perompak telah dilakukan jauh sebelum itu.
Kejayaan Siracuse tenggelam dalam serangan pertama ini. (Hitti,2010:768). Dari
serangan muslim ini mendapatkan ramapasan berupa kekayaan gereja dan benda
berharga lainnya.. Pada abad kedelapan,
kaum Berber dan para pejuang Arab dari Afrika Utara, serta umat Islam Spanyol
mulai merambah pulau-pulau di bagian utara dan timur serta menebarkan ketakutan
di antara penduduk Sisilia, Corsica dan Sardinia.
Bagaimanapun,
berkembangnya kekuatan Dinasti Aglabiyah di Kairawan, pada tahun pertama abad
ke-9 M, telah mengubah situasi politik di wilayah itu. Suatu upaya dari
pemberontak Siracuse untuk melawan gubernur Bizantium pada 827 memberikan
peluang kepada umat Islam utnuk melakukan invasi. Ziyad Allah I (817-838),
Khalifah Aglabiyah ketiga, langsung mengirim tujuh puluh armada membawa sekitar
10.000 tentara dan 700 ekor kuda di bawah pimpinan Qadhi-Wazir berusia 70
tahun, Asad bin al-Furath (Hitti,2010:769). Ketika pasukan Afrika berlabuh di
Masara lalu bergerak ke Siracuse, terjadi suatu bencana wabah yang membunuh
banyak prajuritnya. Namun berkurangnya pasukan tidak menyulutkan mereka untuk
menyerang karena pasukan tersebut mendapat tambahan prajurit dari Spanyol.
Layaknya
Spanyol yang menjadi batu loncatan untuk peperangan dan penaklukan lebih jauh
ke utara., Sisilia juga menjadi batu loncatan untuk pergerakan berikutnya
menuju Italia. Setelah Sisilia jatuh ke
tangan Islam, kota-kota terdekat juga ikut ditaklukan. Calarbia yang ketika itu
diserang oleh pasukan Ibrahim II. Kemudian Palermo jatuh, terjadi konflik antar
Lombardo di Italia Selatan dan para jendral Aglabiyah ikut campur terhadap
konflik tersebut. Pasukan Islam semakin bersemangat untuk menyerang daerah
romawi timur ini. Kota Bari yang selanjutnya dikalahkan kemudian pasukan Islam
menuju gerbang Venesia.
Pada
tahun 871 kota Bari berhasil direbut kembali oleh pasukan Kristen. Disini
terjadi kemunduran pasukan dari Aglabiyah. Pada tahun 880 Kaisar Bizantium
Basil I berhasil merebut Palermo, Taranto dan Calabria pasukan Islam terakhir
berhasil diusir dari daratan romawi. Dinasti Aglibiyah runtuh akibat Kemunculan
dinasti Fatimiyah yang berdiri di Mesir. Pada
masa dinasti Fatimiyah ini, Sisilia menjadi bagian dari dinasti ini.
Pulau ini dipakai untuk markas utama. Fatimiyah melakukan ekpansi hingga ke
kota Genoa.
Pulau
Sicilia merupakan jembatan penghubung kedua bagi peradaban Islam ke barat Eropa
yang ditundukan oleh kaum muslimin. Gerakan budaya dan pembangunan di semua
bidang kehidupan, berupa industri,pertanian, perdagangan dan lainnnya merupakan
bentuk-bentuk kemajuan kaum muslim. Maka para raja mereka pun menyadari kaum muslim.
Mereka menyadari bahwa kemajuan Sicilia akan bergantung pada keberadaan kaum
muslim Arab di situ (Khadhar,2005:32).
Raja
Roger I memberi perhatian dan penjagaan terhadap kaum muslim. Bahkan Roger I
ini membuat mata uang yang mengandung beberapa simbol Islam. Ketika Roger II
juga tidak ada bedanya. Hal yang menarik darinya adalah dia berpakaian layaknya
seorang muslim, dan para pengkritiknya menyebutnya “Raja Setenga-matang”.
Jubahnya dihiasi karakter-karakter Arab. Dimasa kekuasaannya, dia membuat kapel
yang dibangun di ibu kota Negara memiliki atap yang ditutupi lukisan-lukisan
bergaya Fatimiyah dan kaligrafi-kaligarfi bergaya Kufi. ‘Sejumlah benda-benda
seni terbuat yang terbuat dari gading, termasuk kotak hiasan dan krosir yang
saat ini bisa dilihat di Museo Cristiao di Vatikan dan Musium lainnya,
merupakan hasil tangan-tangan kreatif perajin Sisilia-Arab-Kristen pada periode
ini’(Hitti,2010:775-776).
Raja
William II mempelajari bahasa Arab dan memilih para penasihat dari para muslim.
Pada masanya ini beberapa wanita Kristen yang mengenakan pakain muslim.’
William II, memahami bahasa Arab dan bahasa Latin dengan baik. Ia menerjemahkan
ke dalam bahasa latin buku optice dari
bahasa Arab karya ilmuwan-filosof Yunani Ptolemius. Edisi buku asli buku itu
yang berbahasa Yunani sudah hilang. Ia juga membantu menerjemahkan kedalam
bahasa Yunani kisah fable berbahasa Arab Kalilah
wah Dimnah. William tiak hanya menyokong proyek-proyek penerjemahan dari
bahasa Arab, ia juga mendorong para penerjemah utnuk menerjemahkan langsung
dari bahasa Yunani’ (Hitti,2010:781).
Pada
masa kekuasaan Raja Fredrik II membuat sekolah syair Arab yang juga
mengajarakan bahasa Arab. Di sekolah tersebut ditugasakan beberapa orang ulama muslim untuk mengajar.
Mereka juga terdiri dari pakar geografi, astronomi, dan Sastra Arab. Raja
Fredrik II (1194-1250 M) seorang pewaris kerajaan Sisilia juga amat terpengaruh
dengan budayan Arab. Karena perilakunya ini maka gereja mengeluarkan keputusan
untuk mengasingkannya selama dua kali dalam kehidupannya. Raja ini berhasil
memajukan sekolah Salono. Berikutnya ia juga mendirikan universitas Napoli yang
dalam waktu cepat segera berubah menjadi universitas untuk mentransfer
ilmu-ilmu Arab dan Islam ke Eropa (Khadhar,2005: 53). Jadi pada masa Fredrik
banyak sekali menerjemahkan buku-buku penting seperti lebih dari 300 buku dalam
bidang kedokteran. Pada masa itu juga berbagai karya dan produk berharga yang menunjukkan
aktivitas rasio yang menakjubkan.
Dalam
kebiasaan pribadi dan kehidupan resminya, Frederik, yang memiliki seorang Harem, menampakkan ciri-ciri ketimuran.
Di dalam istananya terdapat beberapa filosof dari Suriah dan Baghdad, yang
berjanggut panjang dan jubah menjuntai, gadis-gadis penari dari timur, serta
beberapa yahudi dari timur dan barat. Kesenangannya pada dunia Islam ia
pelihara dengan menjalin hubungan-hubungan politik dan dagang, khususnya dengan
sultan-sultan dari dinasti Ayyubiyah di Mesir.
2.3 Islam di Republik Bosnia dan
Herzegovina
Pengenalan
Balkan kepada Islam ini bermula dari sebelum perluasan imperium Utsmani ke
Eropa selatan di abad ke-15 Masehi. Keberadaan kawasan Balkan diantara
negara-negara Islam dan Romawi Kristen merupakan peluang pertama pengenalan rakyat di kawasan ini dengan umat Islam lewat perdagangan. Perdagangan
kaum Iliri penduduk Balkan dengan umat Islam Arab, Persia dan Turki merupakan kesempatan kehadiran para pedagang muslim di kota-kota pelabuhan laut Adriatik bahkan ke kawasan yang lebih jauh dari pantai laut ini.
negara-negara Islam dan Romawi Kristen merupakan peluang pertama pengenalan rakyat di kawasan ini dengan umat Islam lewat perdagangan. Perdagangan
kaum Iliri penduduk Balkan dengan umat Islam Arab, Persia dan Turki merupakan kesempatan kehadiran para pedagang muslim di kota-kota pelabuhan laut Adriatik bahkan ke kawasan yang lebih jauh dari pantai laut ini.
Kepingan
uang emas dan perak Arab yang telah ditemukan oleh para arkeolog dan kisah
perjalanan yang telah ditulis pada era ini membuktikan hal tersebut. Pada masa
lalu transaksi jual beli merupakan tujuan pertama para pedagang. Para pedagang
muslim telah ikut membawa budaya dan pandangan baru bersama mereka. Hal ini
terjadi ketika sejumlah muslimin menempati kota-kota pelabuhan di kawasan
Balkan dan dengan berlalunya zaman, jumlah mereka semakin bertambah dan
meninggalkan pengaruh pada masyarakat setempat.
Kondisi
politik dan agama yang dimiliki oleh rakyat Balkan, ikut memainkan peran dalam
menarik mereka kepada agama Islam. Bangsa yang paling lama sekali tinggal di
Balkan ialah kaum Iliri. Pada abad keenam dan ketujuh Masihi, orang-orang
Slowakia telah datang ke kawasan tersebut.
Kedatangan
orang-orang Slowakia ke Balkan dan upaya mereka untuk menegakkan agama Kristen
telah menyebabkan timbulnya banyak pemberontakan dan peperangan. Sebagian besar
dari bentrokan ini, labih banyak diwarnai oleh sentimen keagamaan daripada
sentiman etnis dan sebagai dampak dari pemaksaan agama Kristen.
Ketidakmampuan
imparium Romawi Byzantium dalam mengatasi pemberontakan bangsa Slowakia, Barbar
dan Bulgariun telah menjadikan kawasan Balkan sebagai kancah banyak pertempuran
antara berbagai etnis yang berada di kawasan ini dari satu sisi, dan dengan
tentara Romawi dari sisi lain. Kondisi ekonomi yang buruk, tekanan agama dan perang
yang tidak berkesudahan telah menjadi lahan penerimaan agama yang memiliki ajaran
keadilan, persamaan, anti kezaliman dan yang berdasarkan keyakinan kepada
keesaan Tuhan, yang tidak terdapat pada agama-agama lain.
Imperium
Utsmani dalam kondisi ekonomi, politik dan agama yang buruk ini, selepas
keruntuhan imperium Romawi Byzantium memperluas kekuasaannya sampai pintu-pintu
gerbang Wina. Perang-perang berdarahpun terjadi antara tentera Utsmani dengan
orang-orang Serbia, yang kini dianggap oleh orang-orang serbia sebagai sejarah
kepahlawanan mereka. Dengan kemenangan tentera Ustmani, bermulalah imigrasi
berbagai kelompok Kristen ke arah kawasan utara Balkan. Imigran ini berlaku
dimana sebagian besar penduduk kawasan tersebut telah memeluk agama Islam dan
banyak dari mereka memilih untuk tinggal di samping umat Islam, meski sebagai
pengungsi.
Perselisihan
sejarah terpenting antara cendikiawan Serbia dengan cendikiawan Muslim di
kawasan Balkan, khususnya kawasan Kosovo dan Bosnia Herzegovina, adalah dalam hal
bahwa apakah umat muslimin yang ada saat ini, merupakan penduduk asli kawasan
ini ataukah mereka ini merupakan imigran muslim atau orang-orang yang terpaksa
memeluk agama Islam di bawah pemerintahan Utsmani? Orang-orang Serbia percaya
bahwa merekalah penduduk asli Kosovo dan umat Islam merupakan perampas tanah
air mereka. Padahal orang-orang Albania, sama seperti saudara mereka
orang-orang Bosnia, meyakini bahwa asal keturunan mereka adalah dari bangsa
Iliri pada dua ribu tahun lalu, hanya saja mereka telah mengubah agama mereka.
Hal
yang diyakini dari sudut pandang sejarah ialah bahwa pemerintah Utsmani sejak
awal abad ke 15 hingga awal abad ke 20 memerintah sebagian besar dari tanah
Balkan dengan penuh kekuatan dan meninggalkan pengaruh yang mendalam di kawasan
ini dari sisi sosial. Sebelum menggunakan kekuatan untuk menaklukkan
kawasan-kawasan Kristen, pemerintah Utsmani telah memanfatakan sistim ekonomi
dan perpajakan Islam dalam rangka mendorong kaum Kristen ke dalam agama Islam.
Dengan cara ini banyak sekali keluarga Kristen yang telah memeluk agama Islam.[3]
Kekuatan
ketiga yang berpengaruh setelah Romawi Barat dan Romawi Timur dalam sejarah Republik
Bosnia dan Herzegovina muncul
pada akhir abad ke-13, ketika wilayah tersebut ditaklukkan oleh Turki Usmani yang beragama Islam.
Pengikut Bogomil yaitu sebuah kelompok bid’ah Kristen berbondong-bondong pindah
ke agama Islam sehingga agama tersebut lenyap. Perpindahan agama
tersebut kebanyakan terjadi persamaan derajat yang ditawarkan oleh Islam. Jika
mereka masuk Islam maka mereka akan mendapatkan kedudukan yang sama tingginya
dengan orang Islam lainnya, akan tetapi bila mereka tetap pada agama agama
leluhurnya maka mereka akan berstatus sebagai orang -orang yang kalah dalam peperangan
tunduk dalam aturan Islam.[4]
Pada periode selanjutnya, tahun 1429-1481,
khalifah Muhammad Al-Fatih dari Turki, melebarkan wilayah kekuasaan politiknya
hingga ke Balkan. Dakwah Islam yang semula melalui perdagangan, berubah menjadi
politik.
Al-Fatih berhasil menaklukan Bulgaria, terus
menuju Balkan. Kedatangannya ke Balkan, tidak membuat penduduk non-muslim
terganggu. Karena Al-Fatih memperlakukan mereka dengan baik dan menjamin
kebebasan menjalankan agama bagi pemeluk agama lain. Ini mungkin disebabkan,
agama yang dipeluk oleh penduduk setempat, bernama Bugumili, artinya mencintai
tuhan, dalam banyak hal memiliki kesamaan doktrin teologi dengan akidah Islam. Tanpa
dipaksa, warga pemeluk Bugumili, akhirnya memeluk Islam. Ini lantaran ajaran
moral yang diajarkan oleh Islam telah lama dikenal dalam ajaran agama Bugumili.[5]
Awalnya, Bosnia yang berada di bawah kekuasaan
Usmani merasa aman. Namun, ketika Turki melemah beberapa negara Balkan
memerdekakan diri salahsatunya Serbia. Serbia uang hendak menyatukan Bosnia
dalam wilayahnya saat itu terhalang oleh Kekaisaran Austria-Hongaria yang telah
mencaplok wilayah itu pada tahun 1908. Karena kekesalan tidak dapat memiliki
Bosnia akhirnya putra mahkota dari kekaisaran tersebut dibunuh di Sarajevo pada
tahun 1914 yang menyebabkan pecahnya Perang Dunia I.
Setelah Perang Dunia I selesai, Bosnia dan Herzegovina,
bersama-sama dengan Kroasia, slovenia dan Vojvodina diserahkan kepada Kerajaan
Serbia-Montenegro. Kemudian dari penggabungan inilah muncul Kerajaan Yogoslavia
(Slavia Selatan). Namun, pertentangan masih saja terjadi kali ini perpecahan
segera melanda negeri itu akibat pertentangan dua etnis utamanya. Orang Serbia
berusaha membangun negara kesatuan sementara orang Kroasia menginginkan
federasi yang longgar. Kaum
Muslim Bosnia terjebak dalam pertikaian tersebut karena kedua pihak
memperebutkan wilayah tersebut. Beberapa kaum Muslim mendukung klaim Serbia dan
menyebut dirinya sebagai Muslim Serbia. Namun lebih banyak lagi yang pro
-Kroasia dan menyebut dirinya sebagai orang Muslim Kroasia. Pertentangan
tersebut kemudian meledak menjadi kekerasan setelah Jerman Nazi menguasai Yugoslavia tahun 1941.
Hitler, menjadikan Bosnia
dan Kroasia sebagai negara boneka yang disatukan dalam Republik Kroasia Merdeka
atau lebih dikenal dengan NDH. Pimpinan dari NDH adalah Ante Pavelic. Pada masa
kekuasaannya Ante Pavelic ingin membersihkan NDH dari orang Serbia, Yahudi dan
Gipsi. Ada orang muslim yang ikut dalam rezim tersebut tapi ada juga yang
menentang, ini dilakukan untuk mengimbangi kekuatan NDH. Orang Serbia yang
selamat dan pro-raja kemudian melancarkan pembalasan dengan melakukan
pembantaian pada orang Kroasia dan Muslim. Hal ini, merupakan keuntungan bagi
Partisan pimpinan Tito, karena Tito berhaluan komunis ia tidak membeda-bedakan latar
belakang etnis dan agama, kelompok ini menarik pendukung dari berbagai latar
belakang yang tidak menyukai pertumpahan darah di antara sesama warga
Yugoslavia. Dengan demikian, kaum Partisan berhasil merebut kekuasaan di
seluruh Yugoslavia setelah usainya perang.
Setelah meraih kekuasaan atas Yugoslavia, Josip Broz Tito berusaha membangun kembali persaudaran
negeri itu di bawah bendera komunisme. Dalam upayanya untuk mengatasi perselisihan antar
kelompok etnis dan agama, dia membentuk negeri itu menurut sistem federal yang
ditarik berdasarkan etnisitas.
Bosnia, yang karena memiliki penduduk yang
plural, merupakan ujian berat bagi Tito. Orang Serbia menuntut penggabungan
wilayah tersebut karena penduduk Serbia yang hampir mencapai setengah dari
total penduduk di sana pada masa itu. Akan tetapi Tito menolaknya. Dia tidak
ingin membuat Serbia menjadi kuat seperti sebelumnya. Oleh karena itu, dia
memutuskan untuk memecah belah orang Serbia. Wilayah Serbia diperkecil dengan
membentuk dua republik federal (yaitu Montenegro dan Makedonia) serta dua
provinsi otonom (Vojvodina dan Kosovo). Tito, sebagai seorang Kroasia-Bosnia, memutuskan bahwa wilayah Bosnia
dan Herzegovina harus menjadi sebuah republik federal. Dengan demikian, orang
Serbia dapat diimbangi oleh gabungan Muslim-Kroasia di wilayah tersebut.
Yugoslavia terpecah-belah pada tahun 1991
setelah runtuhnya rezim-rezim Komunis di Eropa Timur. Mengikuti contoh Kroasia
dan Slovenia, pada bulan Maret 1992 Bosnia dan Herzegovina menyatakan kemerdekaannya melalui referendum
yang diikuti oleh masyarakat Muslim dan Kroasia Bosnia. Hal tersebut ditentang
oleh penduduk Serbia yang ingin menguasai seluruh wilayah eks Yugoslavia.
Di bawah pimpinan Radovan Karadzic, orang Serbia Bosnia memproklamasikan
Republik Srpska. Dengan bantuan pasukan federal pimpinan Jenderal Ratko Mladic, orang Serbia Bosnia berhasil menguasai 70
persen wilayah negeri itu. Dalam konflik ini, etnis Serbia yang mayoritas
berusaha melenyapkan etnis Muslim dan Kroasia. Terjadilah pembantaian terbesar
dalam sejarah yang jumlah korbannya hanya kalah oleh Perang Dunia. Pembunuhan,
penyiksaan dan pemerkosaan olah Kaum Serbia kemudian menyebabkan
pemimpin-pemimpin Serbia ditetapkan sebagai penjahat perang oleh PBB. Dalam
perkembangan terakhirpun mereka menyatakan tidak puas karena tidak berhasil
membersihkan etnik Muslim-Bosnia.
Akhirnya, setelah perang berdarah yang
berlarut-larut, perdamaian di antara ketiga kelompok tersebut berhasil
dipaksakan oleh NATO. Sesuai dengan Kesepakatan
Dayton tahun 1995,
keutuhan wilayah Bosnia dan Herzegovina ditegakkan namun negara tersebut dibagi
dalam dua bagian: 51% wilayah gabungan Muslim-Kroasia (Federasi Bosnia dan
Herzegovina) dan 49% Serbia (Republik Srpska).[6]
BAB III
ANALISIS
Setelah kami membaca beberapa
sumber buku, terlihat cukup jelas gambaran mengenai perkembangan Islam di
Eropa. Perdaban Islam membawa banyak kemajuan baik dalam bidang ilmu
pengetahuan, teknologi, kehidupan sosial bahkan mempengaruhi kehidupan politik.
Di Sisilia terjadi suatu interaksi
antar kristen dan Islam. Pada masa Raja Rodrik I umat muslim diistimewakan.
Rodrik ini mengakui bahwa Islam itu akan membawa pencerahan dan memajukan
Eropa. Untuk selanjutnya Raja Fredrik II yang ahli dalam bahasa Arab dan Latin
membangun seokolah dan Universitas untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Pada
masanya ini banyak sekali menerjemahkan buku bahasa Arab ke Latin. Dalam
pembangunan Kapel juga menggunakan arsitektur bergaya arab dan dihiasi oleh
kaligrafi.
Republik
Bosnia dan Herzegovina yang merupakan pecahan dari Yugoslavia mengalami
pergantian penguasa berkali-kali dari masa Turki Usmani yang melakukan ekspansi
pasa abad ke 15, kemudian setelah Turki Usmani melemah memerdekakan diri hingga
wilayahnya dicaplok oleh Kekaisaran Austria-Hungaria dan menyebabkan Perang Dunia
I. Namun, setelah Perang Dunia I usai, wilayah Bosnia diberikan oleh Austria
kepada Kerajaan Serbia dan terbentuklah Yugoslavia (Slavia Selatan). Mengenai
awal masuk Islam ke Bosnia, melaui hubungan perdagangan, jadi Islam masuk ke
Bosnia bukan dalam ancaman pedang Turki Usmani tapi dengan damai atau biasa
disebut Sulhan. Agama Islam mudah masuk ke Bosnia karena kepercayaan awal
mereka sebelum datangnya Islam adalah Bogomili atau mengesakan Tuhan. Sampai
pada penguasaan Tito dengan komunisnya dan Bosnia mengalami kejahatan Genosida
dari Serbia akhirnya Bosnia menjadi negara federasi dengan keutuhan wilayah Bosnia dan
Herzegovina ditegakkan namun negara tersebut dibagi dalam dua bagian: 51%
wilayah gabungan Muslim-Kroasia (Federasi Bosnia dan Herzegovina) dan 49%
Serbia (Republik Srpska).
BAB IV
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Jadi, Islam masuk ke Eropa itu
terdapat tiga pintu utama. Yang pertama adalah semenanjung Iberia(Spanyol),
Sisilia(Italia) dan Konstatinopel di arah timur Eropa. Kekuasaan Islam di Eropa
ini untuk daerah barat daya itu sampai ke perbatasan perancis. Lalu di Italia,
meskipun hanya di pulau kecil tetapi memiliki sumbangsih besar atas kemajuan
Eropa. Untuk di Konstantinopel itu sendiri tidak cukup berperan dalam ilmu
pengetahuan. Setalah Konstantinopel jatuh ke tangan Muhammad II, ekpansi ke
Eropa menjadi lebih mudah. Pada masa Sulaiman kekuasaan Islam sudah bisa sampai
ke Austria.
Hal yang menarik di Sisilia adalah
toleransi raja Rodrik I kepada umat
muslim. Ia mengakui bahwa Islam itu lebih maju dari peradaban eropa itu
sendiri.
Pada masa Rodrik
lah budaya Islam menjadi kental di Sisilia. Bahkan pada masa Rodrik II, ia
menggukan pakaian layaknnya orang Arab. Menerjemahkan buku bahasa Arab adalah
aktivitas yang tiada henti dilakukan oleh para Raja selanjutnya.
Sebagai negara yang berada di Eropa
Tenggara, Bosnia dan Herzegovina tak luput dari Islamisasi. Islamisasi yang
datang ke Bosnia dan Herzegovina datang dengan cara damai yaitu melalui
perdagangan. Kemudian, Muhammad Al-Fatih yang berkuasa da Turki Usmani yang
melakukan ekspansi juga melakukannya dengan cara yang damai ke negara Balkan
ini. Selanjutnya, Bosnia dan Herzegovina bertransformasi menjadi negara dengan
mayoritas muslim. Mengalami beberapa kali nasib yang terombang-ambing setelah
memerdekakan diri dari Turki. Berada dibawah Kekaisaran Austria-Hongaria
kemudian berada dibawah kekuasaan Kerajaan Serbia Montenegro mengalami
kepemimpinan Rezim komunis yang dipimpin oleh Tito akhirnya pada tahun 1995
Bosnia dan Herzegovina berhasil memerdekakan diri setelah mengalami perlakuan
yang buruk dari Serbia.
3.2
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Hitti, Philip K. 2010. History Of The Arab. Diterjemahkan oleh
R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi. Jakarata: PT. Serambi Ilmu
Semesta.
Khadhar, Lathifah
Ibrahim.2005. Ketika Barat Memfitnah
Islam. Diterjemahkan oleh Abdul Hayyie. Jakarta: Gema Insani Press.
Mahmudunnasair,
Syed.2005. Islam Konsepsi dan Sejarahnya.
Bandung: PT Remaja Resdakarya.
Yatim, Badri.2010.
Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Suara Media.
2010. Kehadiran
Islam Di Wilayah Balkan.
Tersedia http//:www.suaramedia.com/ /islam di eropa/bosnia/11870-kehadiran-islam-di-wilayah-balkan.html. [online] diakses pada tanggal 13 April 2012.
Wikipedia. 2010. Bosnia dan Herzegovina.
Tersedia http//:www.wikipedia.org/bosnia-herzegovina.
[online] diakses pada tanggal 8 Mei 2012.
[1] Badri Yatim, Sejarah Peradaban
Islam, (Jakarta : Rajagrafindo Persada) hlm. 88-89.
[3] Suara Media, Kehadiran Islam Di Wilayah Balkan, http//:www.suaramedia.com/ /islam di
eropa/bosnia/11870-kehadiran-islam-di-wilayah-balkan.html. [online] diakses pada tanggal 13 April 2012.
[4] Wikipedia, Bosnia dan
Herzegovina. http//:www.wikipedia.org/bosnia-herzegovina. {online] diakses pada
tanggal 8 Mei 2012.
[5]Islamic
Net, Lima Abad Islam di Bosnia, http://saga-islamicnet.blogspot.com/2010/03/lima-abad-islam-di-bosnia.html. [online] diakses pada tanggal 13
April 2012.
[6] Wikipedia, Bosnia dan
Herzegovina. http//:www.wikipedia.org/bosnia-herzegovina. {online] diakses pada
tanggal 8 Mei 2012
makasih kak informasinya bermanfaat, jangan lupa juga kunjungi website resmi saya http://bit.ly/2wDDymQ
BalasHapus